Justitia Avila Veda: Secercah Harapan bagi Korban Kekerasan Seksual
Kita tidak boleh punya mindset kalau kamu mengalami kasus ini [kekerasan seksual] kamu harus lapor, tidak bisa, kita tidak bisa. Kita seperti mengambil alih agensi korban untuk memutuskan apa yang terbaik buat dia.
Justitia Avila Veda.
Sudah berapa kali kamu pernah mendengar berita tentang kekerasan seksual-KDRT dan sejenis? Mulai dari berita di kalangan artis, berita kolom kriminal, hingga berita yang kita dengar dari telinga kita sendiri. Bahkan, tidak dipungkiri banyak di antara kita yang pernah menjadi korban kekerasan-pelecehan seksual.
"Saat SMA guruku pernah pegang dadaku. Aku nggak tahu kalau itu masuk pelecehan seksual, tapi rasanya benar-benar nggak nyaman," cerita seorang teman kepadaku.
"Posisinya dosen itu beneran deket, sumpah jijik banget aku. Akhirnya aku pergi dan nggak peduli mau ngulang, nggak bakal aku ngadep dosen itu lagi," temanku lainnya bercerita dengan wajah memerah karena kesal.
Sebagai pengguna Twitter, aku juga sering menemukan berita-berita tentang kekerasan seksual, KDRT dan sejenisnya
Sulitnya Korban Kekerasan Seksual Mencari Bantuan
Mencari keadilan bagi korban kekerasan seksual itu seperti mencari jarum di jerami alias sangat sulit. Menjadi korban atau menyintas kekerasan seksual itu tidak bisa dibuktikan. Bagi beberapa orang kekerasan seksual dianggap 'hanya' padahal dampaknya sangat besar bagi penyintasnya.
Berapa banyak penyintas kekerasan seksual yang bersuara pada akhirnya tidak bisa mendapatkan keadilan. Masih ingat berita tentang Baiq Nuril? Baiq Nuril merupakan salah satu penyintas kekerasan seksual yang merekam pelecehan yang didapatkannya. Saat ia menceritakan pelecehan yang ia dapatkan kepada rekan kerjanya, rekaman tersebut malah ke Dinas Pemuda dan Olahraga. (Sumber: Kronologi Kasus Baiq Nuril, Bermula dari Percakapan Telepon (cnnindonesia.com))
Karena tersebarnya rekaman pelecehan seksual itu, Baiq Nuril dilaporkan ke polisi dengan UU ITE. Setelah menjalani berbagai persidangan, Baiq Nuril dinyatakan bersalah dan dikenakan hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta. Baiq Nuril adalah korban tapi Baiq Nuril yang harus dipenjara, bisa dibayangkan sulitnya korban kekerasan seksual mencari bantuan?
Banyak orang menganggap kekerasan seksual hanya masalah sepele, padahal kekerasan seksual bisa berakhir dengan korban meninggal dunia. Belum lama ini ada kasus KDRT yang mengakibatkan seorang ibu muda meninggal dunia dibunuh oleh sang suami. Sebelumnya korban pernah melaporkan KDRT yang dialaminya ke polisi dan ketika kasus ini masih diproses, korban dibunuh oleh suaminya.
Dari kasus tersebut, terlihat jelas bahwa kekerasan yang didapatkan yang awalnya dianggap biasa, bisa berakhir dengan korban meninggal dunia.
Justitia Avila Veda: Secercah Harapan bagi Korban Kekerasan Seksual
Di tengah sulitnya mencari keadilan bagi korban kekerasan seksual, hadir Justitia Avila Veda, seorang pengacara yang saat ini menjadi pendamping korban kekerasan seksual secara pro bono atau tidak dikenakan biaya. Justitia hadir menjadi secerca harapan bagi para menyintas kekerasan seksual yang awalnya kesulitan mencari 'rumah' untuk pengalaman pahit yang dialaminya.
“Kekerasan seksual juga bisa terjadi kepada siapapun termasuk laki-laki, meskipun saat ini kasus kekerasan seksual terhadap Perempuan lebih banyak terjadi,” ucap Justitia melansir dari Kumparan (Keadilan Bukan Sekadar Nama: Kisah Justitia Avila Veda Melawan Kekerasan Seksual | kumparan.com).
Justitia Avila Veda menjelaskan bahwa tindak kekerasan seksual yang didapatkan tidak hanya berdampak pada fisik, psikis, dan juga dampak psikososial yang signifikan. Secara fisik, korban bisa mendapatkan luka, penyakit menular seksual, atau bahkan hilangnya nyawa. Dari segi psikis, peristiwa traumatis yang bisa saja telah terjadi berulang dapat mengakibatkan depresi, ketakutan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), menyakiti diri sendiri (self-harm), atau pikiran untuk bunuh diri.
Kehadiran Justitia Avila Veda menjadi secercah harapan di tengah sulitnya mencari pendampingan untuk korban kekerasan seksual. Dengan privilege yang lahir dari keluarga berdarah hukum dan latar belakang sebagai advokat, Justitia memiliki ide untuk membentuk program yang mempermudah para korban lain dalam menerima bantuan hukum.
Melalui postingan Twitter yang dia sebarkan, kemudian banyak pengacara yang tertarik untuk menjalankan program sosial yang diinisiasi olehnya. Program sosial yang kemudian dikenal sebagai KAKG (Kelompok Advokat untuk Keadilan Gender) ini adalah kelompok yang memiliki program “Pendampingan Korban Kekerasan Seksual Berbasis Teknologi”.
Bagaimana Cara Membantu Korban Kekerasan Seksual?
Sejak 2020 hingga saat ini, KAKG telah menerima 465 aduan. Sekitar setengahnya dalam proses pendampingan hukum. Dari ratusan kasus yang diterima, kata Veda, ada laporan kekerasan yang dialami anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan Taman Kanak-kanak (TK). (Sumber: Keadilan Bukan Sekadar Nama: Kisah Justitia Avila Veda Melawan Kekerasan Seksual | kumparan.com)
Bagi Veda, menangani kasus kekerasan seksual bukan hal yang mudah. Penyintas kekerasan seksual banyak yang mengalami trauma dan merasa terintimidasi ketika hendak melaporkan kasusnya. Belum lagi banyak penyintas kekerasan seksual yang kesulitan untuk lepas dari jerat keberadaan pelaku. Sebagai contoh korban KDRT yang tidak bisa melarikan diri meski telah disakiti secara fisik dan psikis berkali-kali.
Ada banyak alasan mengapa korban KDRT ini tidak bisa lepas, misalnya tidak adanya rasa percaya diri untuk hidup tanpa pelaku, demi anak, luluh saat pelaku meminta maaf, dan lainnya.
"Dia (korban) belum berani memproses (kasus KDRT) ke polisi, karena ketika pelaku dipenjara nanti, siapa yang menafkahi anggota keluarga lainnya. Jadi masih ada semacam jaring-jaring ketergantungan yang belum terurai, yang belum bisa diputus sehingga itu yang mungkin dalam penilaian, dalam perhimpunan mereka, tidak strategis juga untuk melapor," tutur Veda yang dikutip dari Kumparan.
Dengan rumitnya kasus kekerasan seksual ini, lalu bagaimana harusnya membantu korban kekerasan seksual ini? Veda mengatakan bahwa ia selalu mewanti-wanti siapapun baik itu pengacara, konsultan, hingga keluarga dan orang terdekat untuk tidak memberikan tekanan kepada penyintas kekerasan seksual. Jangan paksa penyintas untuk mengambil keputusan melaporkan kasusnya.
Sebagai pengacara, tugas Veda adalah memberikan informasi, positif-negatifnya dan pro kontra, kemudian memberikan advice. Bukan untuk membuat keputusan bagi korban.
Jangan Paksa Korban Kekerasan Membuat Laporan
Justitia Avila Veda menjelaskan bahwa kita tidak boleh memaksa korban kekerasan seksual membuat laporan atas kasus yang menimpanya. Dibandingkan memaksa membuat laporan, orang terdekat yang ada di sisi korban sebaiknya memberikan dukungan untuk proses pemulihan.
Menjadi korban kekerasan seksual tidak hanya mendapatkan dampak psikis tetapi juga fisik. Pihak keluarga atau orang terdekat bisa memberikan bantuan kesehatan, mengurangi stigma sosial hingga menempuh jalur hukum agar korban merasa dilindungi.
Ketika menemui kasus kekerasan seksual, hal pertama yang harus dilakukan adalah bisa menjadi 'rumah' bagi korban kekerasan seksual. Kamu bisa mendengarkan cerita korban kekerasan seksual ini dan membantunya mencari bantuan kesehatan. Mencari bantuan hukum diberikan agar korban merasa dilindungi, jadi lakukan itu ketika korban siap dan setuju untuk melaporkan kasusnya.
"Pelecehan ini prosesnya berat. Segala ilmu pengetahuan segala akses seperti akses ke bantuan, koneksi jejaring itu benar-benar eksklusif dan hanya untuk sedikit orang. Bahkan sedikit orang ini pun yang sudah super privilege, ketika mengalami kasus masih enggak tahu harus ngapain. Dari situ, aku merasa aku ingin memperluas akses terhadap segala modalitas yang aku punya tadi ke orang-orang yang membutuhkan," kata Veda.
Sumber:
E-Book-SIA-2023-final.pdf (satu-indonesia.com)
Gigih Dampingi Korban Kekerasan Seksual, Justitia Avila Veda Banjir Dukungan (viva.co.id)
Keadilan Bukan Sekadar Nama: Kisah Justitia Avila Veda Melawan Kekerasan Seksual | kumparan.com
Get notifications from this blog