Target Nikah? Perlu Nggak Sih?
Menginjak umur 20-an, terlebih udah mendekati 25 atau di atas 25 tahun, banyak yang menanyakan, "target nikah kamu berapa?" Aku salah satu orang yang mendapatkan pertanyaan ini, lebih dari satu kali.
Ketika aku masih di awal umur 20 tahun, pastinya aku memiliki targt nikah. Maklumlah aku masih membayangkan nikah itu so sweet~~ punya temen hidup, punya orang yang sayang sama kita, dan pastinya akan punya anak.
Tapi setelah berjalannya waktu, that't not simple. Seiring pertambahan usia, banyak terjadi perubahan pemikiran, termasuk dalam hal pernikahan. Beberapa hal yang tampak mudah di usia muda, semakin dewasa justru semakin dipertimbangkan.
Termasuk di dalamnya soal target nikah. Jika dulu aku bisa menjawab target nikahku 25 tahun, beberapa tahun ini aku nggak punya target nikah: pengen nikah tapi nggak mau memaksakan.
Kenapa Harus Ada Target Nikah?
Pertanyaan ini muncul beberapa menit yang lalu ketika aku nonton trailer film dan di sana tokohnya bilang: target nikahku umur 27, tahun depan. Lalu dia melakukan cara buat bisa mencapai target nikah ini.
Yang menjadi pertanyaan aku adalah: apakah nikah itu hanya sekadar mencapai target? Lalu ketika target tercapai apakah selesai begitu saja? Tentu enggak dong!
Boleh sih sebenernya buat target, tapi buat target nikah itu nggak segampang itu. Beda sama target mencapai prestasi tertentu, kita bisa berjuang keras buat mencapainya. Sedangkan nikah, itu berhubungan sama manusia dan takdir.
Aku percaya sebuah pertemuan itu terjadi karena takdir. Ini karena ada beberapa pertemuan yang kadang nggak masuk akal~~ cuma takdir yang bisa menjawabnya. Kedua, nikah berhubungan sama manusia. Seperti pesan dalam buku Filosofi Teras: jangan berharap pada sesuatu yang ada di luar kendali kita.
Manusia salah satunya. Kita nggak bisa mengendalikan manusia karena sama seperti kita, manusia lain juga punya hidup sendiri. Jadi, ketika belum punya calon terus mau mengejar target nikah itu gimana? Sedangkan sekarang tiap orang udah punya pasangan masing-masing, hahaha.
Kenapa Butuh Nikah?
Kenapa sih seseorang bisa pengen banget nikah sampai rela kenalan sana-sini buat nemu yang cocok (dan mau sama dia)? Kembali lagi ke target nikah ini. Apalagi ada omongan orang yang bilang: udah umur segini, mau ngapain lagi kalau nggak nikah? Perempuan tuh ada limitnya, jangan terlalu tua nikahnya nanti nggak subur.
Jika aku pernah minta dikenalin, sebenernya itu upaya menjawab ke orang-orang yang selalu bilang: buka hati makanya. Katanya, kalau nggak mau kenalan sama orang lain itu artinya belum mau buka hati.
Padahal rumusnya nggak gitu. Seseorang bakal buka hati kalau nemu orang yang bisa bikin dia nyaman. Ini nggak bisa dipaksakan. Kembali lagi ke pertanyaan awal, kenapa seseorang butuh nikah? Butuh bukan ingin.
Apakah nikah hanya sekadar mengikuti kehidupan normal manusia: lahir, tumbuh, sekolah, kerja, nikah, punya anak, tua, meninggal? Atau memang sudah menemukan seseorang yang tepat dan dengannya ingin memulai hidup baru dalam bingkai rumah tangga?
Jadi, Kapan Target Nikah?
Kalau dibilang nggak punya target, nggak juga sih. Aku tetep punya target kapan seharusnya aku nikah tapi kalau nggak tercapai ya nggak apa-apa. Toh, hidup bukan perlombaan siapa yang duluan mencapai dia yang menang.
Yang pasti aku sangat-sangat mempertimbangkan buat nggak nikah di bawah umur 30 tahun. Alasan pertama, sekarang aku udah mendekati 27 tahun dan masih banyak hal yang pengen aku capai sendirian.
Kedua, aku merasa emosi dan egoku saat ini masih belum terkontrol dengan baik. Aku nggak mau menyeret orang-orang ke kehidupanku yang masih terombang-ambing gini.
Ketiga, belum menemukan seseorang yang buatku mau berubah pikiran dan pastinya dia mau sama aku. Ya ngapain pening mikirin sesuatu yang emang belum tampak jelas kan ya?
Tapi target atau apalah itu, sejatinya fleksibel. Kalau aku find someone who I need before that, why not? Atau ketika udah 30 tahun tapi hidup masih lempeng-lempeng aja, ya udah buat rencana lain~~ gimana mau bertahan dengan keadaan itu.
Hidup nggak sekolot itu sih, ketika orang lain bisa mencapai ini-itu dan kita belum, belum tentu kita nggak bisa bahagia. Ada banyak cara buat bahagia, nggak harus dengan mengikuti jejak orang lain. Ya kan?
Get notifications from this blog
I totally agree!
ReplyDelete