Perempuan dan Pernikahan: Cepatlah Menikah Nanti Nggak Subur Lagi
Desakan-desakan kepada perempuan untuk menikah secepatnya semakin hari semakin gila. Aku heran sama orang-orang yang selalu bertanya 'kapan nikah' menyarakan 'cepet nyusul' dan nyuruh-nyuruh 'buka hati' itu hidupnya sesempurna apa sih sampai punya waktu buat ngurus hidup orang lain.
Iya sih, emang tujuannya buat ngasih saran atau mengingatkan, tapi kalau udah mengganggu orang lain itu udah beda urusan. Apalagi kalau udah bawa-bawa kesehatan reproduksi dalam urusan cepat menikah ini, "Mau tunggu apa lagi, nanti nggak subur lagi," atau, "Perempuan itu masa suburnya terbatas, nanti susah punya anak." Padahal, for your information nggak semua perempuan mau punya anak dan nggak semua orang memandang pernikahan untuk meneruskan keturunan.
Menurutku perkara punya anak ini setiap perempuan memiliki pandangan yang berbeda-beda dan kesiapan mereka akan hal ini juga berbeda. Aku misalnya, aku ingin punya anak dan bukan bagian dari child free (pemengang prinsip tidak mau punya anak) namun aku membatasi jumlah anak yang akan aku miliki, maksimal hanya punya 2 anak. Berbeda dengan aku, ada seorang teman yang mengatakan punya rencana untuk child free dengan alasan pribadi dan itu sama sekali nggak menyalahi kodrat karena bagaimana pun pilihan hidup ada di tangan manusia itu sendiri.
Haruskah Perempuan Menikah Secepatnya Demi Kesuburan?
Sebelum menjadi pembaca tulisan-tulisan aktivis perempuan yang menyuarakan kesetaraan gender dalam berpikir, berpendapat, dan menentukan pilihan, aku termasuk orang yang percaya dengan menikah demi kesuburan ini. Kenapa? Karena banyak banget orang yang mengatakan ini. Aku masih ingat betul awal-awal kuliah aku mendapatkan pernyataan menikah demi menjaga kesuburan ini dan saat itu aku berencana untuk nikah di umur 25 tahun, hahaha.
Padahal setelah aku belajar dan membaca lagi, menikah tidak sesederhana ini. Bikin anak juga tidak sesederhana itu. Hamil juga tidak sesederhana itu. Melahirkan juga tidak sesederhana itu. Mengurus anak juga tidak sesederhana itu. Dan hal-hal yang tidak sesederhana ini semuanya terjadi pada perempuan. Ada banyak hal yang harus disiapkan untuk menghadapi hal yang tidak sesederhana ini, salah satunya mental dan finansial. Kamu nggak bisa mengambil keputusan besar dalam hidupmu terkait hal-hal ini hanya karena 'ocehan' orang lain.
Aku selalu bilang, "Ladies, hidupmu ada di tanganmu. Tubuhmu adalah otoritasmu. Jadi, buatlah keputusan berdasarkan tingkat kemampuanmu dan jangan jadikan hidup atau omongan orang lain sebagai patokan."
Tapi kalau memang Ladies merencakan punya anak lebih dari 3, merencanakan menikah di umur yang masih produktif bukan hal yang salah. Bagaimana pun perempuan yang hamil dan melahirkan di atas umur 40 tahun memang lebih berisiko, bahkan kemungkinan hamilnya lebih kecil. Jadi, memang harus dipertimbangkan untuk keputusan memiliki anak ini. Juga, jarak antara anak pertama dengan anak kedua dan seterusnya. Yang penting jangan hanya karena omongan atau melihat hidup orang lain, kamu jadi buru-buru menikah tanpa melihat kesiapan dalam dirimu.
Perempuan dan Child Free
Seorang teman yang biasa chating denganku suatu hari bertanya, "Bagaimana pandanganmu tentang child free?" dan dia mengatakan berencana untuk child free. Sebelumnya di channel YouTube Tirto juga pernah membahas tentang pilihan child free para perempuan di Indonesia. Menurutku mereka sangat keren karena berani melawan stigma dan standar hidup normal manusia di Indonesia (khususnya) yaitu lahir, tumbuh besar, sekolah, kuliah, menikah, dan punya anak. Setidaknya dengan 'speak up' mereka berani menyimpang dari standar hidup normal ini dan aku nggak bisa membayangkan apa yang mereka hadapi di masyarakat.
Salah satu influencer yang sering menceritakan pilihannya untuk child free adalah Gita Savitri Devi. Ada banyak pertimbangan Gita dan Paul (suami Gita Sav) hingga memutuskan untuk child free dan yang paling aku ingat adalah ketika dia live bersama Psikolog Analisa, Gita bilang, "Karena aku punya pilihan. Saat aku berdiskusi dengan mamaku, mamaku bilang kalau beliau tidak tahu ada pilihan untuk tidak punya anak. Mama berpikir kalau punya anak itu sudah kodrat dan mungkin kalau tahu ada pilihan ini, Mama bisa jadi memilihnya (kurang lebih begitu)."
Menurut temanku alasan Gita ini berhubungan dengan kesehatan mentalnya. Dia ada permasalahan terhadap hal itu. Sedangkan di luar sana, banyak pasangan yang memutuskan untuk child free dengan alasan-alasan yang berbeda, mulai dari trauma hingga ingin menyelamatkan bumi. Ya, apapun alasan tersebut itu hak pribadi orang yang bersangkutan. Namun pastikan sudah tahu segala risiko terhadap pilihan tersebut, apalagi kalau sudah berani speak up. Jangan sampai mengeluh karena mendapatkan cemooh karena gembar-gembor chlid free padahal tahu di Indonesia memilih child free masih sangat tabu dan dianggap menyalahi kodrat.
Child free adalah pilihan berdua dengan pasangan. Jadi, pastikan kamu memiliki pasangan yang seprinsip terkait ini denganmu. Dan menurutku ini agak susah atau sangat susah untuk menemukan laki-laki yang bersedia menerima pilihan child free seorang perempuan. Jadi, pastikan diskusikan terkait hal ini kepada pasangan sebelum memutuskan untuk menikah.
Perempuan, Menikah, dan Punya Anak
Ada banyak orang yang mengatakan, "Perempuan kalau udah nikah dan punya anak itu udah beda," dan rata-rata mengarah ke bentuk tubuh. Sampai ada juga yang bangga karena meski udah menikah badan tetap seksi, padahal ya kadang ada orang yang badannya meski udah nikah segitu-gitu aja. Di luar konteks itu semua, perempuan yang udah menikah dan punya anak emang beda. Salah satu hal terbesar yang jadi sangat beda adalah kebebasan.
Perempuan yang sudah menikah, apalagi sudah punya anak punya tanggung jawab yang lebih besar dan makanya banyak perempuan yang berubah setelah menikah. Mulai dari nggak punya waktu bareng temen-temen, sampai nggak punya waktu buat diri sendiri. Aku pernah menginap di rumah seorang teman dan melihat ketimpangan antara suami dan istri ini. Istri (meskipun sudah dibantu suami) tetap melaksanakan tanggung jawab rumah tangga seperti beberes, masak, dan ngurus anak lebih besar. Istri sibuk mengurus ini-itu dan dari pandanganku nggak ada waktu buat me time, kalaupun ada harus nyuri-nyuri waktu. Sedangkan suami peralatan hobi terpampang di depan mata dan suami lebih bebas melakukan hobinya ketika tidak sedang bekerja.
Perenggutan kebebasan perempuan ini menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari dan pasti terjadi, makanya ketika akan menikah perempuan harus mempertimbangkan hal ini. Kamu masih beruntung jika memiliki suami yang nggak ngatur-ngatur, kalau ketemu yang ndilalahnya ngatur-ngatur ya makin nggak punya kebebasan deh.
Tapi ada lho perempuan yang bahagia bisa diatur. Beda-beda setiap perempuan dan emang nggak bisa disamakan. Ada juga perempuan yang tetep bisa curi-curi waktu buat nonton drama Korea saat anak sedang tidur. Hal yang aku tekankan di sini adalah pastikan mempertimbangkan setiap hal sebelum memutuskan untuk menikah. Setidaknya persiapkan mentalmu sebelum menghadapi kehidupan berumah tangga. Kalau kamu udah siap terhadap segala risiko dan perkara kehidupan rumah tangga ya nggak apa-apa.
Jangan Jadikan Orang Lain sebagai Patokan dan Jangan Nyinyir!
Memasuki usia di atas seperempat abad atau biasanya disebut quarter life crisis, omongan tetangga dan orang-orang di sekitar jadi hal paling menyebalkan. Apalagi kalau udah berunsur mengomentari dan memberikan saran yang sangat nyinyir. Cobalah buka hati, mau kapan lagi, kalau nggak nikah ngapain lagi, jadi hal-hal yang paling menyebalkan. Apalagi kalau udah membawa-bawa hidup orang lain sebagai gambaran kebahagiaan.
Aku pernah mencoba buka hati hanya karena penasaran, "Benarkah aku nggak membuka hati?" dan ya ternyata aku emang belum pengen dan siap untuk nikah. Bahkan liat temen-temen yang nikah dan hahahihi di pelaminan sama suami/istri aku sama sekali nggak iri sampe bilang, "Ih pengen." Bagiku menikah itu sesuatu yang sangat wajar terjadi dan nggak perlu diromantisasi. Banyak orang pernah menikah, jadi nggak ada sesuatu yang wow atau hebat.
Kamu yang sudah menikah juga gitu, nggak usah nyinyir ke orang lain hanya karena kamu merasa hidupmu sangat bahagia. Tiap orang kan punya tolak ukur dan pandangan tentang kebahagiaan yang beda-beda. Mungkin bagimu menikah, punya suami, punya anak adalah hal yang sangat membahagiakan, tapi belum tentu bagi orang lain. Nikah itu ribet. Punya suami itu ribet. Punya anak juga ribet. Atau bisa jadi ada alasan lain, misalnya belum ketemu jodohnya padahal udah berusaha.
Mending diem dan nikmati hidupmu sendiri.
Get notifications from this blog